Selasa, 08 Juli 2008

Penentuan Kadar Logam Ni, Fe, Si dan Cr dalam Batuan Laterit Secara Na2O2 Fusion dengan Metode ICP-OES

Batuan laterit merupakan batuan yang terbentuk melalui proses pelapukan dalam tanah. Batuan ini merupakan salah satu sumber logam yang kemudian dimanfaatkan lebih lanjut dalam memenuhi kebutuhan manusia yaitu sebagai bahan konstruksi bangunan, peralatan rumah tangga, alat-alat berat, alat transportasi dan lain sebagainya. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu dilakukan penentuan kandungan logam dalam batuan laterit.

Penentuan logam yang terkandung dalam batuan laterit dapat ditentukan dengan metode ICP-OES. Untuk proses dekomposisi batuan laterit secara Na2O2 fusion. Metode ini memiliki banyak keuntungan diantaranya Na2O2 yang digunakan merupakan pengoksida yang sangat kuat sehingga akan melarutkan semua oksida logam yang terkandung dalam batuan laterit yang mendukung proses ketelitian dalam analisis dan kemampuan Na2O2 dalam melarutkan oksida logam lebih baik dibanding dengan menggunakan metode pelarutan asam yang secara umum membutuhkan waktu yang lama.

Selanjutnya hasil proses fusion tersebut dilarutkan dalam HNO3 yang bertujuan untuk melarutkan garam yang terbentuk hasil proses peleburan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kandungan logam untuk batuan laterit yang pertama adalah Ni 1,6003 %; Fe 17, 275 %; Si 16,685 % dan Cr 0, 832 % dan batuan laterit kedua adalah Ni 1,8625 %; Fe 14, 215 %; Si 18, 153 % dan Cr 0, 735 % dengan % recovery sebesar 94,32 – 100,77 %.


SINTESIS DAN KARAKTERISASI NATRIUM DODESILBENZEN SULFONAT SEBAGAI BAHAN AKTIF DETERGEN YANG TERBIODEGRADASI

Alkilbenzen sulfonat merupakan surfaktan anionik, yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu ABS (branched-alkilbenzen sulfonat) dan LAS (linier-alkilbenzen sulfonat). Branched-alkilbenzen sulfonat, dengan rantai alkil bercabang bersifat tidak terbiodegradasi di alam, sedangkan LAS yang berantai alkil lurus dapat terbiodegradasi, sehingga banyak dimanfaatkan dalam produk detergen. Pada proses detergensi, LAS berfungsi optimal apabila mengandung rantai alkil antara C10-C13. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi surfaktan natrium dodesilbenzen sulfonat berantai alkil lurus dan menguji sifat biodegradasinya dengan metode MBAS. Sintesis natrium dodesilbenzen sulfonat ini dilakukan melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts yang dilanjutkan dengan reaksi sulfonasi dan dinetralisasi dengan NaHCO3 dan NaCl. Produk dianalisis menggunakan FTIR dan diuji sifat biodegradasinya dengan metode MBAS serta dikarakterisasi yang meliputi tegangan permukaan, melting point, kelarutan, wetting properties dan detergensi. Produk sintesis yang diperoleh dilakukan uji biodegradasi, dan terjadi penurunan absorbansi MBAS sebesar 80 % pada hari ke-15 yang menunjukkan produk sintesis bersifat terbiodegradasi. Untuk karakterisasi LAS hasil sintesis didapatkan bahwa terjadi penurunan tegangan permukaan dari 5, 7785 x 10-6 menjadi 2,71527 x 10-6; wetting properties selama 21 detik ; melting point >389 oC; kelarutan 3,34 g/100 mL air dan berbentuk padatan kristal berwarna abu-abu. Sedangkan untuk uji detergensi didapatkan kemampuan detergensi dari LAS hasil sintesis sebesar 8,3 %.

PENINGKATAN PEMAHAMAN MAHASISWA DENGAN

Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah kurikulum yang digunakan. Kurikulum ini setiap kurun waktu tertentu di evaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan dunia kerja. Selama ini sistem pembelajaran yang diterapkan di Indonesia adalah sistem pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dengan kurikulum berbasis isi, sehingga terdapat kesenjangan yang besar antara pengetahuan yang dimiliki oleh para peserta didik dengan sikap dan perilakunya. Banyak peserta didik yang tahu atau hafal materi pelajaran tetapi tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam peningkatan kualitas hidup, sehingga perlu adanya metode pembelajaran yang menitik beratkan pada peranan peserta didik dalam menggali potensi diri dan mengembangkan kreatifitas dalam pencarian ilmu pengetahuan dan pada tahun 2000, menteri Pendidikan Republik Indonesia melalui surat keputusan 232/U/2000 menetapkan kurikulum inti dan institusional berbasis kompetensi.


Sejak diberlakukannya surat keputusan tersebut maka arah pengembangan pendidikan ke depan adalah pendidikan yang berbasis kompetensi. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode ISS-IT (Interaktif Skills Station- Information Technology). Metode pembelajaran ini merupakan pengembangan dari metode SCL (Student Centered Learning) yang terdapat pada kurikulum berbasis kompetensi, dimana metode ini lebih mementingkan peranan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri untuk memperoleh ilmu pengetahuan tanpa meninggalkan peran guru sebagai fasilitator. Peranan dari teknologi informasipun akan mendukung program ini, yang terlihat dari penggunaan media internet dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang ter-update, sehingga tidak ada lagi ketinggalan kepahaman akan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia saat ini.


Metode ISS-IT memiliki beberapa keuntungan yaitu; a) Meningkatkan kolaborasi dan kerja sama mahasiswa dalam proses pembelajaran; b) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengaktualisasikan diri, baik di lingkungan kelompok maupun di lingkungan yang lebih jelas dan c) Menciptakan iklim pembelajaran student centered learning. Dengan keuntungan tersebut maka diharapakan kemampuan dari mahasiswa dalam hal ini pemahaman terhadap materi, pengembangan soft skill dan penguasaan terhadap teknologi informasi meningkat.


Dalam pelaksanaan metode ini diawali dari program perkuliahan yang kemudian dilakukan proses pembatasan materi secara umum, GBPP, sistem penilaian, pemberian hang out, dan penjelasan tentang metode ISS-IT dan asistensi, sebelum metode ini dilaksanakan. Setelah proses ISS-IT ini dilaksanakan maka perlu adanya pewacanaan awal terhadap batasan-batasan materi yang akan dipelajari melalui sistem asistensi dan pada akhir pelaksanaan program dilakukan tes penguasaan konsep untuk mengetahui seberapa besar pemahaman mahasiswa terhadap materi yang didiskusikan. Dari hasil ini didapatkan bahwa sebanyak 15,50% mahasiswa mendapat range nilai 60-75; 22,22% mahasiswa mendapat range nilai 76-84 dan 62,22% mendapat range nilai 85-100. Hasil ini mengindikasikan keberhasilan dari metode ISS-IT yang dikolaborasikan dengan asistensi untuk meningkatkan kepahaman mahasiswa.

Limbah Industri Pulp Sebagai Raw Material Alternatif Pembuatan LPG

LPG (Liquified Petroleum Gas) yang selanjutnya disebut elpiji adalah bahan bakar berupa gas yang dicairkan, dan mempunyai komposisi kimia etana dalam jumlah sedikit, propana, butana dan juga mengandung sedikit pentana. Elpiji sebagai bahan bakar,digunakan baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri. Selama ini pembuatan elpiji berasal dari minyak bumi yang lama-kelamaan cadangannya semakin sedikit. Sehingga perlu dicari sumber alternatif bahan baku pembuatan elpiji dan salah satunya adalah limbah industri pulp.

Industri pulp merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia yang menghasilkan 178 juta ton pulp dari 670 juta ton kayu pertahunnya (Rini, 2002). Dalam industri pulp, untuk optimisasi tujuan dan peningkatan kualitas, harus bebas dari lignin. Salah satu metode pembuatan pulp secara kimia adalah melalui proses soda, yaitu dengan natrium hidroksida sebagai reagen utamanya. Pada proses soda, lignin kayu dibuang dalam bentuk limbah cair yang dapat mencemari lingkungan karena baunya yang tidak sedap.

Karena limbah ini sangat mencemari lingkungan, maka salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan dimanfaatkan sebagai sumber alternatif pembuatan elpiji. Pada proses pembuatan elpiji dari limbah industri pulp dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Pirolisis dan Perengkahan katalitik (Catalytic Cracking).Tahap awal pembuatan elpiji dari limbah ini adalah dengan mengisolasi lignin yang terkandung dengan penambahan HCl 1 M sehingga diperoleh padatan lignin. Selanjutnya dilakukan pirolisis terhadap lignin yang dihasilkan. Pirolisis adalah proses memecahkan senyawa organik dengan temperatur tinggi tanpa adanya oksigen. Pada proses pirolisis, makromolekul organik dipecah menjadi molekul yang lebih kecil sehingga menghasilkan fraksi ringan (gas) yang makin meningkat dengan kenaikan temperatur. Teknologi ini lebih menguntungkan daripada teknologi pembakaran karena menghasilkan polutan yang paling sedikit, tetapi karena produk pirolisis merupakan senyawa-senyawa dengan rantai yang masih panjang dengan variasi jenis yang sangat banyak sehingga perlu dilakukan perengkahan katalitik yang akan menghasilkan produk dengan rantai yang lebih pendek dengan jenis senyawa yang lebih seragam. Dengan menggunakan gabungan teknologi ini maka akan didapatkan senyawa butana sebesar 36.08% dan senyawa-senyawa dengan rantai C3-C10 sebesar 19.35% (Hesti, 2007). Dengan hasil sebesar itu maka limbah dari industri pulp berpotensi sebagai raw material alternatif pembuatan elpiji.


Sabtu, 05 Juli 2008

Jumat, 04 Juli 2008

Persiapan Ujian AKhir Semester

Ujian akhir semester merupakan ujian pememtu apakah kita dapat maju ketingkat berikutnya dengan cara yang memuaskan atau ketingkat berikutnya dengan biasa-biasa saja?
kita tunggu di Final ini!